APR
18

Mengkaji Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Penurunan Nilai Piutang Murabahah

Sabtu, 18 April 2020     Dilihat: 8912

Salah satu isu terkini di kalangan akuntan syariah adalah mengenai dampak pandemi covid-19 terhadap penurunan nilai piutang murabahah. Sebagaimana diberitakan oleh iaiglobal.or.id, Selasa 14 April 2020, dalam press release-nya mengenai dampak pandemi covid-19 terhadap penerapan ISAK 102 penurunan nilai piutang murabahah.

Press release tersebut dibuat sebagai respon cepat dari pihak Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) terhadap terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Sampai dengan artikel ini ditulis, tepatnya Rabu 15 April 2020 pukul 18.29 WIB, pandemi covid-19 telah menyebar di 210 negara di dunia dan menyebabkan kematian sebanyak 127.493. Di Indonesia sendiri, per 15 April 2020 pukul 12.00 WIB, terkonfirmasi positif corona sebanyak 5.136, sembuh sebanyak 446, dan meninggal sebanyak 469 orang.

Kebijakan tersebut timbul karena mencermati perkembangan coronavirus disease 2019 (covid-19) yang berdampak secara langsung atau tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas debitur termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga berpotensi menganggu kinerja perbankan dan stabilitas system keuangan, yang pada ending-nya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Bank syariah, baik bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah (UUS) maupun bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS), menurut POJK Nomor 11/POJK/2020, dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Debitur yang dituju dari kebijakan ini adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran covid-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. Cara restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dengan cara penurunan margin murabahah, perpanjangan jangka waktu, dan penambahan fasilitas pembiayaan. Bila diterapkan di bank syariah, terutama pembiayaan murabahah, debitur yang dimaksud adalah nasabah pembeli (al-musytari).

Sebelum lebih jauh kita membahas ini, perlu terlebih dahulu mengenal, apa itu murabahah? Dan bagaimana pengukuran piutang murabahah? Menurut PSAK 102: Akuntansi Murabahah, yang telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada tanggal 6 Januari 2016, murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan tersebut kepada pembeli.

Setali tiga uang, tetapi dengan redaksi yang berbeda, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI melalui Fatwa No. 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli Murabahah, akad bai’ al-murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Dalam ketentuan umum fatwa tersebut, jual beli murabahah ada yang dilakukan atas barang yang sudah dimiliki penjual pada saat barang tersebut ditawarkan kepada calon pembeli, murabahah jenis ini dikenal dengan bai’ al-murabahah al-‘adiyyah. Sedangkan jenis kedua, adalah bai’ al-murabahah li al-amir bi al-syira’, dimana jual beli murabahah yang dilakukan atas dasar pesanan dari pihak calon pembeli. Jual beli murabahah yang terjadi di entitas syariah, misalnya bank syariah, adalah jenis yang kedua.

Kita beralih kepada piutang murabahah, dalam fatwa yang sama, harga dalam akad murabahah harus dinyatakan secara pasti pada saat akad, baik ditentukan melalui tawar menawar, lelang, maupun tender. Dalam konteks di entitas syariah, harga jelas ditentukan dengan tawar menawar. Lebih dalam, pembayaran harga dalam murabahah boleh dilakukan secara tunai (bai’ al-hal), tangguh (bai’ al-mu’ajjal), bertahap/cicil (bai’ bi al-taqsith). Piutang murabahah bisa timbul dari murabahah secara tangguh maupun murabahah bertahap/cicil.

Mari kita kembali ke penurunan nilai. Menurut press release tersebut, dijelaskan bahwa untuk penurunan nilai (impairment), ISAK 102 mengharuskan entitas untuk tetap menggunakan kebijakan akuntansi yang telah diterapkan sebelum tahun 2020, seperti incurred lossregulatory provisioning, atau pendekatan lain, sepanjang pendekatan tersebut menghasilkan informasi yang relevan dan andal. ISAK 102 memberikan petunjuk bagi entitas yang menerapkan incurred loss model, sedangkan entitas yang menerapkan regulatory provisioning atau pendekatan lain dikecualikan.

Berdasarkan incurred loss model, bank syariah harus mengevaluasi apakah terdapat bukti objektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai. Aset keuangan atau kelompok aset keuangan diturunkan nilainya dan kerugian penurunan nilai terjadi jika terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai sebagai akibat dari adanya peristiwa yang merugikan yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut. Peristiwa tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa depan dari aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara andal.

Apa itu peristiwa yang merugikan? Peristiwa yang merugikan dapat berupa pelanggaran akad, seperti nasabah mengalami gagal bayar atau menunggak pembayaran. Bentuk lain adalah bank syariah memberikan keringanan kepada nasabah yang tidak mungkin diberikan jika nasabah tidak mengalami kesulitan, dengan alasan ekonomi atau hukum sehubungan dengan kesulitan keuangan yang dialami nasabah, Restrukturisasi liabilitas ini, bukan mutlak merupakan bukti objektif telah terjadi peristiwa yang merugikan, sehingga akan dilakukan pembentukan kerugian penurunan nilai. Karena bisa jadi, nasabah pembeli dalam pembiayaan murabahah dapat kembali pulih dan memenuhi liabilitasnya.

Menurut press release tersebut, lebih jauh dijelaskan, pada kondisi tingkat ketidakpastian yang tinggi, pengungkapan yang memadai di dalam catatan atas laporan keuangan (CALK) akan memberikan transparansi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan. Hal ini senada dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah, yang disahkan Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) pada 25 Mei 2016, yang berbunyi; “Catatan atas laporan keuangan memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian mana pun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.”

Bank syariah, menurut press release tersebut, perlu mengungkapkan dampak penerapan kebijakan stimulus perekonomian yang dilakukan, serta risiko yang muncul dan pengelolaan risiko yang dilakukan oleh bank syariah. Contohnya pengungkapan mengenai pembiayaan yang terdampak covid-19, restrukturisasi pembiayaan yang terkena dampak covid-19, dan risiko ketertagihan dari pembiayaan tersebut. Ragam pengungkapan ini selaras dengan isi PSAK 101 yang berbunyi: “Entitas syariah mengungkapkan informasi tentang asumsi yang dibuat mengenai masa depan, dan sumber utama lain dari ketidakpastian estimasi pada akhir periode pelaporan, yang memiliki risiko signifikan yang mengakibatkan penyesuaian material terhadap jumlah tercatat asset, liabilitas, dan dana syirkah temporer pada periode pelaporan berikutnya.”

Pada akhir paparan ini, penulis mengingatkan kepada para pembaca dan terutama kepada diri penulis sendiri, mari kita turut berkontribusi untuk memitigasi dampak dari penyebaran covid-19 ini, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Allah telah mengingatkan kita dalam al-Qur’an surat at-Taghabun, 64 ayat 16 yang artinya: “Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kemampuanmu, dengarlah, taatlah serta nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Semoga saya dan pembaca semua menjadi orang-orang yang beruntung.

 

Penulis:

Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA (Aust.) 

Dosen STIE Perbanas Surabaya dan Pengurus IAI Jatim Bidang Akuntan Syariah

 

Sumber: https://swa.co.id/swa/my-article/mengkaji-dampak-pandemi-covid-19-terhadap-penurunan-nilai-piutang-murabahah

The Leading Business and Banking School

Kampus Wonorejo : Jl. Wonorejo Utara 16 Rungkut, Surabaya
Kampus Nginden    : Jl. Nginden Semolo 34-36, Surabaya

Telp. (031) 5947151, (031) 5947152, (031) 87863997
Fax. (031)-87862621 WhatsApp (chat) 
085895979800
Email: [email protected] atau [email protected]

Ikuti Kami:

Whatsapp
Instagram
Youtube
Facebook
Website
Twitter


Dapatkan Informasi Disini