Peringati Hari Ibu dengan Budah Buku IBU
Peringatan Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember diwarnai dengan beragam kegiatan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Universitas Hayam Wuruk Perbanas bersama Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya menggelar Talk Show Bedah Buku “IBU” pada Rabu, (22/12). Berlangsung secara luring terbatas di Kampus Utama UHW Perbanas Jalan Wonorejo Utara 16 Rungkut Surabaya, kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa, dosen, hingga masyarakat umum.
Rektor UHW Perbanas, Dr. Yudi Sutarso, S.E., M.Si., mengucapkan terima kasih Talk Show Bedah Buku “IBU” bisa terselenggara dengan baik. Menurutnya, hal tersebut menjadi suatu kehormatan karena kampusnya dipercaya menjadi tempat untuk mengenal secara dekat sosok Ibu. Pada kesempatan ini, sosok perjuangan dan kiprah Ibu Khofifah Indar Parawansa dapat dijadikan teladan dan motivasi untuk meraih kesuksesan.
”Kita senang dengan adanya kegiatan seperti ini. Bersama PFI Surabaya, kita sudah bekerja sama untuk kali kedua. Mudah-mudahan kerja sama ini terus berlanjut di masa mendatang,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PFI Surabaya, Suryanto, S.IKom., menyambut baik tawaran dari pihak UHW Perbanas. Pihaknya berencana akan mengadakan beragam kegiatan, seperti pameran foto hingga pelatihan-pelatihan dari sudut padang fotografi jurnalistik. ”Semoga acara ini membawa manfaat dan pengetahuan bagi kita semua,” harap Suryanto.
Kegiatan Talk Show Bedah Buku IBU langsung dihadiri narasumber dari para penulis dan orang yang terlibat dalam proses penyusunannya. Mereka adalah Trisnadi Marjan, Fatimatuz Zahroh, dan Eri Siswanto. Dalam paparannya, Trisnadi menegaskan karya buku bertajuk IBU tidak ada kaitannya dengan politik. Buku yang diterbitkan ini tanpa sepengetahuan dari Ibu Khofifah Indar Parawansa. ”Waktu itu beliau kaget, Bu Shinta Nurwahid bisa menulis di sini (Buku IBU),” tegasnya menceritakan saat peluncuran.
Sementara itu, Fatimatus Zahroh merincikan bahwa dalam buku IBU menunjukkan protret kegigihan sosok dalam memberikan effort terbaiknya dalam menggapai keinginan mulia. Itulah makna tersirat yang ia bagikan kepada pembaca.
”Saya ingat dan saya ilhami bahwa perjuangan itu tidak akan ada akhirnya, setiap orang itu pasti berjuang dan perjuangan itu harus terus dilakukan,” paparnya.
Kalau dilihat dari background Ibu Khofifah, Ima melihat beliau bukan dari orang yang kaya atau konglomerat ataupun anak dari Kyai besar. ”Tetapi anak kampung dari Jemursari, bahkan beliau jual es lilin keliling kampung. Dengan penuh semangat juang dan kegigihan akhirnya mencapai posisi saat ini,” urai Ima. (eko/hms)